Banyak yang bertanya padaku, kenapa kamu seperti ini? Mengapa tidak berusaha untuk menjadi seperti itu? Kamu itu seperti ini, jadi seharusnya seperti itu. Jalan hidupmu aneh, susah untuk dimengerti. Itu adalah sebagian dari sekian banyak kalimat yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang ada disekitarku padaku.
Jangan pernah kalian tanya padaku tentang jalan hidupku. Di jalan ini, dijalan yang telah ku lalui ini, terdapat banyak rahasia kehidupan. Kalian tak tahu apa-apa tentang hidupku. Sama sekali tidak tahu. Jalan ini adalah sebuah anugrah yang juga merupakan ujian. Jalan yang telah ku pilih untuk ku lalui ini adalah dunia mimpi, cita-cita dan harapan. Ku akui dan kusadari belum secara sempurna ku jual hidupku pada Sang pemiliki kehidupan. Tapi aku tetap masih terus berlalu bersama para pemburu petunjuk.
Sejujurnya sungguh aku tak ingin berlama-lama beristirahat. Begitu banyak peristiwa yang telah aku saksikan. Begitu banyak jalan hidup orang yang telah ikut menghiasi jalan hidupku. Berapa banyak orang yang menjadi terlalu rapuh dan lemah untuk bangkit, hanya karena terlalu lama beristirahat dan mentolerir diri. Berapa banyak orang yang sulit mewujudkan harapan dan mewujudkan kebaikan, hanya karena ia telah terbiasa. Terbiasa dengan kemalasan yang dikiranya baik. Terbiasa untuk mengatakan tidak ataupun tidak bisa sebagai jawaban yang paling ampuh atas semua masalah. Sungguh aku tak ingin berlama-lama terlena dan beristirahat, karena aku tahu, bahwa ada sasaran perjalanan yang sangat indah, di ujung jalan yang tengah ku lalui ini. Dunia dan segala yang nyata ini hanyalah jembatan, bukan tujuan ataupun tempat untuk berhenti.
Mendengarkan nasihat adalah tiang penyangga kehidupan. Aku tak bisa bayangkan perjalanan ini berlalu tanpa teguran, nasihat, ataupun kritik. Dari sanalah aku luruskan kembali niat…dan bijak menginsyafi salah dan kekuarangan. Meskipun terkadang teguran, nasihat dan kritik itu terasa begitu pahit di hati, namun itulah momentum untuk mengetahui apa yang berkuasa atas diriku.
Apalah gunanya orang-orang baik, namun ia diam, berdiam diri dan sibuk memperbaiki diri bersama orang-orang baik.
Apalah gunanya, ia yang merasa cukup dirinya saja yang baik lalu tak peduli lagi dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.
Kalau aku diberi kesempatan untuk bertemu Gie hari ini, akan aku tanyakan padanya..
Benarkah dia telah lebih memilih untuk diam dalam keterasingan…
Apakah itu bukan satu bentuk keacuhan dan keputus asaan?
Aku akan terus melaju dan tak akan lagi surut ke belakang hanya demi mengasihani berbagai alasan. Seperti yang dilakukan Thariq Bin Ziyad dalam sejarah Islam yang menjadi agamaku, ketika pidatonya yang menggetarkan hati itu, menyulut kembali semangat juang kaum muslimin. Ketika kapal sebagai satu-satunya kendaraan untuk kembali, dibakar habis di pantai Spanyol.
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan, selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian”
Biarkan saja orang-orang terheran-heran melihat tingkah kita. Biar saja orang menggeleng-gelengkan kepalanya menyimak perjalanan kita. Atau bahkan meragukan keputusan kita…Biar saja..
Toh di atas bukit karang setinggi 425 meter di pantai Tenggara Sepanyol… di Karang Gibraltar… Thariq memerintahkan pembakaran semua kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka.. dan membuat semua orang marah dan terheran-heran dengan sikapnya..
“Kenapa anda melakukan ini?” tanya mereka.
“Bagaimana kita akan kembali nanti?” tanya yang lain.
Simaklah jawaban Thariq ini:
”Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid (mati)”. Thanks to TA for inspired Me. Roy
Jangan pernah kalian tanya padaku tentang jalan hidupku. Di jalan ini, dijalan yang telah ku lalui ini, terdapat banyak rahasia kehidupan. Kalian tak tahu apa-apa tentang hidupku. Sama sekali tidak tahu. Jalan ini adalah sebuah anugrah yang juga merupakan ujian. Jalan yang telah ku pilih untuk ku lalui ini adalah dunia mimpi, cita-cita dan harapan. Ku akui dan kusadari belum secara sempurna ku jual hidupku pada Sang pemiliki kehidupan. Tapi aku tetap masih terus berlalu bersama para pemburu petunjuk.
Sejujurnya sungguh aku tak ingin berlama-lama beristirahat. Begitu banyak peristiwa yang telah aku saksikan. Begitu banyak jalan hidup orang yang telah ikut menghiasi jalan hidupku. Berapa banyak orang yang menjadi terlalu rapuh dan lemah untuk bangkit, hanya karena terlalu lama beristirahat dan mentolerir diri. Berapa banyak orang yang sulit mewujudkan harapan dan mewujudkan kebaikan, hanya karena ia telah terbiasa. Terbiasa dengan kemalasan yang dikiranya baik. Terbiasa untuk mengatakan tidak ataupun tidak bisa sebagai jawaban yang paling ampuh atas semua masalah. Sungguh aku tak ingin berlama-lama terlena dan beristirahat, karena aku tahu, bahwa ada sasaran perjalanan yang sangat indah, di ujung jalan yang tengah ku lalui ini. Dunia dan segala yang nyata ini hanyalah jembatan, bukan tujuan ataupun tempat untuk berhenti.
Mendengarkan nasihat adalah tiang penyangga kehidupan. Aku tak bisa bayangkan perjalanan ini berlalu tanpa teguran, nasihat, ataupun kritik. Dari sanalah aku luruskan kembali niat…dan bijak menginsyafi salah dan kekuarangan. Meskipun terkadang teguran, nasihat dan kritik itu terasa begitu pahit di hati, namun itulah momentum untuk mengetahui apa yang berkuasa atas diriku.
Apalah gunanya orang-orang baik, namun ia diam, berdiam diri dan sibuk memperbaiki diri bersama orang-orang baik.
Apalah gunanya, ia yang merasa cukup dirinya saja yang baik lalu tak peduli lagi dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.
Kalau aku diberi kesempatan untuk bertemu Gie hari ini, akan aku tanyakan padanya..
Benarkah dia telah lebih memilih untuk diam dalam keterasingan…
Apakah itu bukan satu bentuk keacuhan dan keputus asaan?
Aku akan terus melaju dan tak akan lagi surut ke belakang hanya demi mengasihani berbagai alasan. Seperti yang dilakukan Thariq Bin Ziyad dalam sejarah Islam yang menjadi agamaku, ketika pidatonya yang menggetarkan hati itu, menyulut kembali semangat juang kaum muslimin. Ketika kapal sebagai satu-satunya kendaraan untuk kembali, dibakar habis di pantai Spanyol.
“Wahai saudara-saudaraku, lautan ada di belakang kalian, musuh ada di depan kalian, ke manakah kalian akan lari?, Demi Allah, yang kalian miliki hanyalah kejujuran dan kesabaran. Ketahuilah bahwa di pulau ini kalian lebih terlantar dari pada anak yatim yang ada di lingkungan orang-orang hina. Musuh kalian telah menyambut dengan pasukan dan senjata mereka. Kekuatan mereka sangat besar, sementara kalian tanpa perlindungan selain pedang-pedang kalian, tanpa kekuatan, selain dari barang-barang yang kalian rampas dari tangan musuh kalian. Seandainya pada hari-hari ini kalian masih tetap sengsara seperti ini, tanpa adanya perubahan yang berarti, niscaya nama baik kalian akan hilang, rasa gentar yang ada pada hati musuh akan berganti menjadi berani kepada kalian. Oleh karena itu, pertahankanlah jiwa kalian”
Biarkan saja orang-orang terheran-heran melihat tingkah kita. Biar saja orang menggeleng-gelengkan kepalanya menyimak perjalanan kita. Atau bahkan meragukan keputusan kita…Biar saja..
Toh di atas bukit karang setinggi 425 meter di pantai Tenggara Sepanyol… di Karang Gibraltar… Thariq memerintahkan pembakaran semua kapal-kapal yang telah menyeberangkan mereka.. dan membuat semua orang marah dan terheran-heran dengan sikapnya..
“Kenapa anda melakukan ini?” tanya mereka.
“Bagaimana kita akan kembali nanti?” tanya yang lain.
Simaklah jawaban Thariq ini:
”Kita datang ke sini tidak untuk kembali. Kita hanya punya pilihan, menaklukkan negeri ini dan menetap di sini, atau kita semua syahid (mati)”. Thanks to TA for inspired Me. Roy
obat manjur untuk penyakit sipilis
obat manjur penyakit sipilis
obat manjur untuk sipilis
obat sipilis ampuh
obat sifilis ampuh